• Home
  • Twitter
  • Facebook
MENU

Catatan Penulis Jalanan

Menu

Ladang #Hari_30 #30HariBercerita

Ladang #Hari_30 #30HariBercerita

Tumbuh dan besar di keluarga tani membuat saya akrab dengan tempat bernama ladang. Bahkan keluarga besar saya hampir semua menjadi tani. Lingkungan itulah yang juga mempengaruhi pola pikir keluarga besar saya tentang sesuatu bernama pendidikan. Bagi kebanyakan keluarga saya tidak ada yang lebih penting selain menjadi petani sukses. Dan ladang menjadi salah satu sarana menuju kesuksesan tersebut.

Di ladang keluarga saya hanya tanaman itu-itu saja yang ditanam. Kentang, Kubis, Cabai, Wortel, dan kadang Jagung. Mungkin bisa dipahami juga karena faktor tanah dan cuaca tidak memungkinkan untuk ladang kami ditanam berbagai macam sayuran atau buah yang sering saya angankan bisa ditanam seperti jeruk, kol, duku, nanas, tomat dan lainnya.

Saat mengunjungi ladang ketika saya kecil dulu saya sering sekali merasakan senang yang luar biasa. Karena saya akan melihat banyak tanaman yang sedang tumbuh. Juga kadang saya melihat buah yang tumbuh dan sedang berbuah seperti pisang dan juga jambu. Bapak yang menanam pohon pisang dan jambu tersebut.

Kalau sedang musim panas biasanya di ladang kami ditanam jagung. Dan batang jagung yang kami sebut dengan tebon sangat manis sekali kalau dimamah. Sedangkan jagungnya kadang kami bakar di ladang atau kami bawa pulang untuk dibakar atau direbus dirumah. Kenangan paling mengasikan adalah ketika kami menemukan sarang burung di pohon yang tumbuh di ladang kami. Karena jelas saja burung itu akan menjadi milik kami dan kami pelihara.

Namun tak jarang ladang yang memberikan penghidupan bagi kami justru menjadi duka bagi kami. Yaitu saat tanaman yang sudah kami tanam ternyata gagal panen, entah karena hama atau faktor cuaca, yang menyebabkan tanaman yang sudah kami rawat dan kami jaga tidak sesuai dengan yang kami harapkan.

Bagi kami ladang adalah harta yang sangat berharga. Apa artinya seorang petani tanpa ladang. Meskipun bisa saja kita menjadi buruh tani yang bekerja pada tani lainnya. Namun memiliki sebuah ladang dan menggarap sendiri adalah impian semua tani.

Petani, sebuah profesi yang sering diremehkan. Namun banyak jasa yang tidak atau bahkan jarang diakui jasa-jasanya. Berbahagialah para petani yang hidup dari keringat sendiri.

Wonosobo, 30 Januari 2019

Gerhana #Hari_29 #30HariBercerita

Gerhana #Hari_29 #30HariBercerita

Dipelataran masjid saya dan teman-teman menyediakan ember masing-masing. Dan hampir semua melihat ke ember masing-masing, meskipun berisi air bukan itu yang kami lihat, namun peristiwa langka yang kami ketahui bernama Gerhana Matahari. Saya lupa tahun berapa persisnya gerhana itu terjadi seingat saya waktu itu saya masih diantara kelas satu atau dua SD.

Dahulu tidak ada informasi pasti kapan gerhana akan terjadi, tidak seperti jaman sekarang yang dengan internet peristiwa alam yang akan terjadi besok bisa diketahui satu hari sebelumnya atau bahkan jauh hari. Hari itu kami hanya tahu bahwa cahaya tak seterang biasanya. Para orang tua mengingatkan kami untuk jangan menengok langsung ke arah matahari, katanya mata kami bisa buta. Dan sebagai alternatifnya mereka menyarankan kami melihat melalui air atau dengan menggunakan kacamata hitam bagi yang punya.

Jelas tidak ada penjelasan ilmiah dari para orang tua kami terkait peristiwa alam tersebut, malah cerita berbau mistis yang kami dapatkan. Mungkin itu pulalah yang sebenarnya mempengaruhi pola pikir kami karena dari generasi ke generasi peristiwa itu tidak dijelaskan secara ilmiah namun lebih kepada penjelasan secara mistis. Ketika gerhana matahari terjadi katanya matahari sedang dimakan oleh sosok raksasa. Kami tentu takut mendengarkan itu, membayangkan betapa besarnya sosok buta yang mampu menelan matahari yang begitu besar.

Kemudian saya mengetahui bahwa gerhana bulan atau gerhana matahari itu kemunculannya bisa memakan waktu yang lama. Bahkan ada gerhana matahari total juga gerhana matahari sebagian. Tentu saat mengetahui itu saya sudah berada di kelas lima SD saat pelajaran IPA. Bahwasanya peristiwa alam tersebut bisa terjadi karena adanya gerak bumi mengelilingi matahari. Ternyata mengetahui itu membuat saya berfikir memang di dunia ini tidak ada makhluk bernama buta, berarti para raksasa hanya tokoh khayalan yang diciptakan oleh orang tua kita dengan tujuan untuk menakut-nakuti kita, alangkah polosnya saya waktu itu.

Peristiwa alam sampai sekarang banyak yang bisa dijelaskan oleh logika, namun tak jarang pula banyak peristiwa yang sampai sekarang masih menyimpan misteri bahkan tanda tanya besar yang tidak bisa dijelaskan dengan teori ataupun fakta ilmiah. Itu semua menjelaskan bahwa kita harus senantiasa berfikir untuk mencari jawaban, kalaupun memang tidak bisa difikirkan secara logika bisa jadi sebenarnya jawabannya adalah sebatas kita bisa dan mampu memahami persoalan tersebut. Bisa jadi sebenarnya akal atau logika tak lebih baik dari sesuatu yang bernama khayalan.

Wonosobo, 29 Januari 2019

Marah #Hari_28 #30HariBercerita

 Marah #Hari_28 #30HariBercerita

Sudah sangat sering saya marah, baik marah kepada diri sendiri maupun kepada orang lain. Marah karena kecewa atau marah karena alasan tak jelas.

Bahkan ketika menuliskan ini saya sedang marak besar. Marah banyak penyebabnya bahkan tanpa alasan yang jelas saya juga bisa marah. 

Bahkan karena marah pula mood saya untuk menulis hilang.

Wonosobo, 28 Januari 2019

Buku #Hari_27 #30HariBercerita

Buku #Hari_27 #30HariBercerita

Judulnya adalah "Naik Haji Bersama Bapak Ibu" itulah buku yang membuat saya senang membaca. Pertama kali meminjam di perpustakaan sekolah dasar. Buku tersebut bersampul kuning dengan gambar anak kecil dan kedua orangtuanya yang sedang thawaf disekitar Kabah. Sampai sekarang saya masih ingat, dan sudah pernah mencari buku tersebut disekolah dasar tempat saya dulu, namun tidak pernah menemukan.

Ada rasa yang entah saya tidak tahu apa namanya, semacam kerinduan yang dalam mungkin, terhadap buku yang membuat saya senang membaca tersebut. Beberapa kali mencari di internet juga tidak pernah ketemu. Saya lupa siapa penulisnya dan juga penerbit mana. Yang saya ingat hingga kini adalah warna sampul, gambar sampul, dan judulnya.

Berawal dari buku tersebut saya banyak belajar untuk membaca buku yang lainnya. Setiap hari kamis dimana kami meminjam dan mengembalikan buku saya selalu mencari buku-buku lainnya. Dari yang hanya sekedar cerita rakyat, cara bercocok tanam, bahkan atlas dunia, atau RPUL. Ada hal yang saya sukai selepas membaca buku, rasa ingin menceritakan isi buku yang telah saya baca kepada teman-teman. Dan hal tersebut berlangsung hingga kini.

Disekolah menengah saya mulai senang membaca buku biografi, saya meminjam buku biografi Soeharto yang berisi banyak gambar. Bukunya sangat tebal, dan yang paling saya ingat adalah gambar-gambar yang ada didalamnya. Soeharto banyak berfoto bersama para presiden dari berbagai negara dibeberapa kunjungannya ke luar negeri. Juga biografi tokoh bernama Mahatma Gandhi.

Menginjak masa Aliyah saya banyak dikenalkan dengan novel-novel oleh guru bahasa Indonesia saya. Seperti karya Ahmad Tohari, N.H Dini, A.a Navis, Sutan Takdir Alisjahbana, tanpa saya diperkenalkan dengan sastrawan Indonesia yang besar seperti Pramoedya Ananta Toer. Nama belakang justru saya ketahui saat saya banyak aktif dikegiatan organisasi. Dimasa Aliyah pula saya mengenal tempat bernama Perpustakaan Daerah Wonosobo, dan dari situ saya bergabung menjadi anggota hingga sekarang untuk menikmati berbagai macam buku saat saya sedang tidak ada bacaan baru.

Hidup dan tumbuh dilingkungan keluarga petani tidak mudah bagi saya untuk mendapatkan buku. Banyak hobi teman-teman saya yang jauh dari hobi membaca juga mengoleksi buku. Hingga mendapatkan buku ditengah keluarga dan lingkungan saya memang sangat sulit. Ketika saya mendapat uang saya akan menyisikan beberapa untuk membeli buku. Saya akan sangat senang jika di kota saya yang jarang toko buku ada bazar buku dengan berbagai macam judul. Namun hal tersebut menjadi petaka ketika saya sedang tidak ada uang, alhasil yang bisa saya lakukan adalah hanya melihat-lihat buku tanpa bisa membelinya, dan itu adalah hal paling menyedihkan bagi saya.

Saya banyak mendapat buku dari membeli online, atau kalau sedang berada di kota yang ada toko buku saya akan menyempatkan untuk mampir dan membeli buku. Juga sangat senang mencoba peruntungan dari giveaway buku, bagi saya buku gratis adalah nikmat yang luar biasa.

Hingga sekarang entah mengapa saya selalu menyukai buku, ditengah masyarakat yang sebenarnya memandang buku sebagai benda yang bahkan tidak masuk kategori barang primer atau sekunder. Namun ditengah tantangan seperti itu, saya justru semakin menggilai benda tersebut. Dan saya selalu percaya bahwa menghabiskan waktu paling indah adalah bersama buku, juga untuk aset masa depan anak dan cucu.

Wonosobo, 27 Januari 2019

Dieng #Hari_26 #30HariBercerita

Dieng #Hari_26 #30HariBercerita

Dahulu saya selalu mendengar cerita dari orang tua tentang betapa mistisnya Dieng. Tidak kudengar bahwas Dieng adalah tempat dengan ketinggian sekian meter, dikenal juga dengan negeri diatas awan, atau segala sesuatu tentang keindahan yang sekarang banyak dikenal orang.

Pertama kali saya ke Dieng saat masih di kelas TK. Bapak mengajak saya untuk melihat candi Dieng, Sumur Jalatunda, Dan Kawah Sikidang. Bayangkan pertama kali saat melihat candi adalah tak ada kesan yang luar biasa, padahal sebelumnya Bapak selalu bercerita bahwa candi adalah bangunan yang sangat luar biasa. Saya menganggap bahwa candi adalah bangunan yang luar biasa ketika saya suka membaca buku sejarah.

Dengan membayangkan Dieng dulu dan sekarang sangat beda jauh. Dahulu Dieng ketika musim dingin cuaca yang dirasa sangat dingin, sekarang lebih lagi. Namun dulu saat Dieng musim panas tetap terasa dingin, sekarang dimusim panas sudah tak sedingin dulu. Cuaca disini benar-benar sudah tak bisa diprediksi. Sekaligus menjadi musuh utama para petani disini.

Melihat Dieng dahulu saya seperti melihat keindahan yang nyata, dimana masih banyak pohon hijau yang banyak tumbuh disekitar jalan-jalan. Juga banyaknya kentang yang masih berbuah besar dibandingkan kini yang sudah terpengaruh pestisida. Keramahan juga banyak ditemui dari orang-orang yang berpapasan, sekarang sudah jarang ditemui hal semacam itu. Dieng kini tumbuh menjadi tempat yang asing, rumah-rumah megah banyak berdiri, ladang berubah menjadi beton, keramah tamahan hilang. Tempat yang dulu saya kenal indah kini hanya tinggal kenangan.

Seiring dengan berjalannya waktu setiap tempat pasti akan menjadi berbeda dari sebelumnya. Namun saya tidak mengira bahwa perubahan yang terjadi pada Dieng akan sebegitu cepatnya dan sebegitu drastisnya. Saya masih berharap bahwa ini semua hanyalah mimpi, kalaupun nyata saya juga masih berharap bahwa masih ada kesadaran beberapa orang untuk tidak menjadikan Dieng lebih berubah lagi, masih ada orang yang mempunyai hati nurani untuk membiarkan Dieng seperti selayaknya sebuah desa bukan sebuah kota.

Wonosobo, 23 Januari 2019

Meja #Hari_25 #30HariBercerita

Meja #Hari_25 #30HariBercerita

Saya punya ingatan yang begitu membekas tentang sebuah meja. Sewaktu SD saya mendapatkan meja dengan penuh coretan. Coretan itu ada yang membekas karena dibuat dengan menggunakan "pames"(pisau dengan ukuran kecil), ada yang menggunakan bolpoin, pensil, dan juga tipex. Coretan itu sebenarnya banyak sekali ada yang menulis nama, atau siapa cinta siapa, juga kata-kata yang sebenernya jauh dari sesuatu yang quoteable.

Dan meja penuh coretan itu adalah mejaku, meja tempat pertama kali saya sekolah sebagai murid di sekolah dasar. Sebelumnya di bangku taman kanak-kanak meja yang saya punya bersih dan rapi, juga warna-warni, namun meja di sekolah dasar ini begitu semrawut dan juga jauh dari kesan indah, namun entah kenapa saya menyukainya.

Meja dengan penuh coretan itu bagi saya sangat berkesan karena ada anggapan dari diri saya sendiri bahwa inilah meja anak SD, meja yang menunjukkan bahwa saya sudah bukan kanak-kanak lagi. Seolah dengan beradanya saya di meja ini menunjukkan saya sudah berada di tingkat atas, lebih daripada mereka yang hanya menyanyi, menaru, dan menggambar di dalam kelas.

Hal serupa juga saya lakukan setelah saya benar-benar resmi menjadi murid sekolah dasar. Dalam arti corat coret meja. Dalam pikiran saya dengan saya mencorat-coret meja yang saya gunakan itu mengingatkan kepada seisi kelas bahwa itu adalah teritori saya. Dan siapapun tidak berhak menggunakan tempat saya. Bukan hanya saya yang melakukan hal tersebut, hampir semua teman-teman saya dikelas juga melakukan hal serupa.

Hingga ketika kenaikan kelas saya akan mendapatkan meja baru yang tentu saja dengan corat coret pemilik sebelumnya. Entah itu namanya, rumus-rumus matematika, juga kalimat bahasa Inggris ala kadarnya. Dan tentu saja meja saya yang dulu juga akan memiliki pemilik baru dengan bekas coretan saya. Kalau ingin tau apa coretan yang saya buat, akan saya katakan. Dari pertama memiliki meja di sekolah saya selalu menuliskan dua kalimat yang sama di setiap meja yang saya tempati. "Ora et Labora" dan "Devide et Impera", artinya cari sendiri. Dua kata itu dimasa dulu sangat keren menurut saya, kata asing yang tidak semua bisa tahu, dan saya bisa membanggakan kepada teman-teman yang lain berulang kali.

Di bangku SMP hal serupa juga saya temui, tak jauh beda ternyata hampir semua meja selalu ada coretan. Namun yang lebih membedakan adalah coretanya lebih berisi. Dari kata-kata mutiara, sampai quote tokoh-tokoh penting, dan juga rumus fisika dan matematika, sebagai bukti yang punya kawasan pernah melakukan perbuatan keji sebagai siswa, mencontek. Bahkan dimeja Aliyah saya juga menemukan hal yang sama, bahwasanya tradisi coret-coret meja ternyata sudah membudaya dikalangan pelajar. Entah sekarang masih ada apa tidak saya tidak tahu, dan apakah tradisi semacam itu hanya ada disini atau didaerah lainnya saya juga tidak tahu

Yang jelas hal-hal kecil seperti itu menjadi kenangan tersendiri bagi saya, entah itu hal yang saya sendiri merasa itu tindakan yang tidak baik. Hampir semua kenangan yang banyak saya ingat dimasa sekolah adalah kenangan yang bisa dikatakan jauh dari kesan baik, mulai dari mencontek, berkelahi, menjahili teman, hingga corat-coret meja tadi. Kenangan baik seperti saya pernah mendapat nilai 100, mendapatkan rangking dua berturut-turut tanpa pernah mendapatkan rangking satu sama sekali, membantu teman mengerjakan PR, dan hal lainnya justru tidak begitu membekas dalam ingatan saya.

Sama seperti halnya meja yang penuh coretan dan mengingatkan saya akan masa sekolah saya. Hal kecil yang selalu saya renungkan hingga kini adalah ketika saya tidak bisa belajar dengan sungguh-sungguh ketika dulu menjadi seorang siswa. Dan benar seperti yang selalu dikatakan guru-guru saya dulu, bahwasanya ketika kita tidak bersungguh-sungguh belajar kita akan menyesal, dan kini saya benar-benar menyesal.

Wonosobo, 25 Januari 2019

Sakit #Hari_24 #30HariBercerita

Sakit #Hari_24 #30HariBercerita

Satu kali saya masuk rumah sakit. Dirawat beberapa hari dan rasanya sungguh tidak enak. Untungnya sakit yang saya derita bukan macam penyakit yang mengkhawatirkan seperti kanker, jantung, dan penyakit yang begitu mendengar orang akan beristighfar. Saya terkena penyakit yang kata orang desa "bebelen", tidak bisa buang air besar.

Setelah didiagnosa dokter, ternyata asal muasal penyakit saya adalah karena saya terlalu banyak makan buah jambu kluthuk. Buah jambu yang bijinya kecil-kecil. Dan biji itulah yang kemudian mengeras dalam usus saya hingga saluran pencernaan saya terganggu. Bukan main sakitnya saat mau buang air besar tapi tidak keluar, serasa ada yang menonjok diperut ingin keluar tapi di lubang anus ada yang menahan untuk tidak keluar.

Beberapa hari saya terbaring dirumah, dengan berbagai perawatan ala orang desa. Banyak yang menyarankan untuk banyak makan pepaya dan saya lakukan, banyak yang menyarankan untuk minum air putih dan saya lakukan tapi malah kembung dan menambah parah sakit di perut, hingga usulan ekstrem yaitu saat mau bab menaruh batang "dongol" diatas kepala. (Dongol sejenis tumbuhan purba dengan daun panjang seperti kelapa namun daunya seperti membentuk tulang, seperti itu pokoknya).

Setelah saya tidak tahan akhirnya orang tua saya memutuskan untuk membawa saya ke rumah sakit. Dan saya benar-benar harus diopname. Saat itu membayangkan saya masuk rumah sakit saja hati sudah tidak karuan apalagi ini akan menginap dirumah sakit, benar-benar rasanya ingin pulang. Setelah saya ditempatkan dalam sebuah ruangan dengan kapasitas dua orang pasien dokter kemudian datang. Saya diminta melorotkan celana saya dan dokter meminta saya untuk tengkurap. Dan saya melihat semacam suntikan yang besar namun jarumnya juga besar dengan jarum ada bengkokan di ujungnya. Dan dokter memasukkan alat itu kedalam anus saya. Sesaat setelah dokter memasukkan alat tersebut kemudian menyuntikkan sebuah cairan yang dari baunya saya rasa itu semacam cairan sabun. Dan tak berselang lama perut saya mendadak merasakan mulas yang amat sangat hingga hasrat untuk tidak buang air besar tidak bisa ditahan lagi.

Perawat menyediakan pispot agar saya bisa buang air besar ditempat, namun alangkah malunya saya. Mana bisa kegiatan yang seharusnya dilakukan dengan intim dan rahasia harus saya lakukan ditempat itu dengan disaksikan banyak orang. Akhirnya saya memaksakan diri untuk ke kamar kecil. Disitulah kotoran yang sudah beberapa hari akhirnya dipaksa untuk keluar dengan saya sambil merogoh jari untuk mengeluarkan kotoran saya yang berbentuk seperti kotoran kambing.

Setelah itu barulah saya bisa merasakan lega, meskipun saya harus bolak balik kamar kecil beberapa kali hingga membuat saya lemas. Dan setelah beberapa hari dirawat dengan anjuran tidak boleh makan ini itu harus makan menu yang disediakan oleh perawat akhirnya saya boleh pulang dari tempat yang semoga itu menjadi tempat pertama dan terakhir saya merasakan menginap disitu.

Setelah itu selama hidup saya sampai sekarang saya tidak pernah lagi mengalami sakit yang mengharuskan saya untuk dirawat di rumah sakit. Kalaupun saya sakit paling hanya deman, flu, dan sakit gigi. Atau sakit dengan kondisi luka lecet, keseleo atau lainya, yang mana itu bisa diobati dirumah. Dan Alhamdulillah penyakit itu bisa sembuh.

Sakit saya rasa menjadi pelajaran bagi kita semua betapa nikmatnya sehat itu, hingga ada ungkapan gunakan masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu. Sehat merupakan hal paling berharga. Dan saya percaya bahwasanya kesehatan itu mahal harganya.

Wonosobo, 24 Januari 2019

Mengaji #Hari_23 #30HariBercerita

Mengaji #Hari_23 #30HariBercerita

Saya pertama kali belajar mengaji dengan ibu saya. Ibu adalah orang yang pertama kali mengajarkan saya nama-nama huruf Hijaiyah. Dan berkat ibu pula saya bisa tahu deretan huruf dari alif sampai ya'. Namun saya hanya tahu sebatas huruf-huruf itu, untuk membaca secara bersambung saya belum bisa.

Dimasa kecil banyak anak-anak yang baru bisa membaca Qur'an saat mereka kelas dua SD, saya bahkan bisa membaca Qur'an dari kelas empat SD. Pertama kali belajar membaca Qur'an masih mengeja. Waktu itu belum ada metode belajar membaca seperti qiraati, yanbua. Saya tidak tahu apakah ini metode apa bukan yang jelas kami menyebutnya iqra', dengan gambar sampul seorang bapak berpeci hitam. Dan setelah itu kami mengaji buku dengan sampul pink yang kami sebut ngaji turutan(urutan surat juz 30), namun ada juga yang menyebutnya juz ama.

Ketika mengaji turutan saya diajar oleh Mbah Nasir (beliau menjadi Rois Syuriah PCNU Kabupaten Wonosobo 1991). Mbah Nasir sangat keras dalam mengajar, bahkan tidak segan untuk membentak kalau yang diajarkan tidak bisa, beberapa kali saya menangis kala mengaji bersama beliau karena saya tidak bisa membaca apa yang disuruh dibaca. Namun saya belajar satu hal, bahwa dalam mengaji tak boleh putus asa karena gurupun menjadi ujian bagi kita apakah kita bisa menerima apa tidak.

Hari-hari berlalu dan saya masih tak kunjung bisa membaca Qur'an. Pelajaran saya masih sama dari surat ini ke surat itu dan diulang terus menerus. Saya bukanya bisa membaca tapi malah saya hafal surat tersebut, hingga ketika saya diminta membaca saya tidak membaca karena sudah menghafal. Alhasil saat tuding ( tongkat kecil untuk menunjuk huruf dan harakat dalam belajar membaca Qur'an) diarahkan kepada huruf-huruf dan harakat saya malah jadi tidak sesuai apa yang saya lafalkan dengan apa yang ditunjuk oleh Mbah Nasir. Dan lagi-lagi saya kena marah.

Setelah bisa membaca Qur'an dengan waktu yang terbilang lama akhirnya saya sudah bisa mendapatkan Qur'an sendiri. Saya senang sekali akhirnya punya Qur'an sendiri, Qur'an yang dibeli saat mengunjungi kakak saya yang mondok di Tegalrejo. Itulah Qur'an pertama yang saya miliki dan sampai sekarang masih ada.

Di desa saya terdapat pondok pesantren. Pondok itu letaknya berada persis di samping masjid. Dan yang mondok disitu adalah anak-anak dari desa sekitarnya. Kini hanya diisi oleh santri dari desa saya. Disitulah saya juga belajar ilmu Nahwu Sharaf, meskipun sampai sekarang belum bisa membaca kitab kuning. Banyak kitab yang saya pelajari, meskipun banyak lupanya. Entah kenapa, atau mungkin karena kesibukan atau saya yang sekarang sudah jarang mengaji.

Dimasa sekarang saya sudah jarang sekali mengaji, selain karena disibukkan dengan banyaknya hal, juga karena sudah jarang anak-anak seusia saya atau seangkatan dengan saya yang mengaji. Padahal ilmu itu tidak melihat hal seperti itu. Kadang saat melihat para santri berangkat dan pulang mengaji hati ini merasa iri, dan terbesit dalam pikiran saya. Tidak malukah saya yang hanya karena rasa malu lantas meninggalkan kewajiban mencari ilmu.

Wonosobo, 23 Januari 2019

Hantu #Hari_22 #30HariBercerita

Hantu #Hari_22 #30HariBercerita

Setelah ibu selesai bercerita saya kemudian menutup rapat-rapat tubuh saya, hingga menyisakan muka untuk bernafas. Ibu selalu menakut-nakuti saya jika saya menangis atau bertingkah rewel saat saya kecil. Mulai dari mengatakan hati-hati ada culik kalau saya bermain dari rumah, hati-hati nanti dibawa orang gila kalau makan tidak habis, hingga menakut-nakuti saya dengan berbagai macam hantu yang entah mengapa ibu hafal beberapa nama hantu.

Semisal kalau cemberut nanti ada hantu A, kalau menangis ada hantu B, kalau marah ada hantu ini, kalau nggak nurut ada hantu itu, seolah hantu punya tugas masing-masing untuk anak yang melakukan jenis kesalahan yang berbeda-beda. Perihal hantu itulah yang sampai sekarang masih melekat dalam ingatan saya.

Pernah suatu ketika saya dan teman-teman bercerita tentang hantu. Hal tersebut selalu kami sukai meskipun kadang cerita itu pernah dibawakan sebelumnya, namun pada jiwa kecil kami yang melekat itu semua menjadi hal paling menyenangkan, terlepas apakah cerita itu benar apa tidak. Yang jelas siapapun yang bisa bercerita paling seram dialah jagoan diantara kami dalam hal cerita horor.

Membayangkan itu kadang lucu juga, pernah ada yang cerita ada perempuan yang diintip Genderuwo saat sedang mandi di mushola, ada orang yang lari dikejar-kejar pocong, yang paling ekstrim cerita tentang penangkapan tuyul yang akhirnya hilang karena si penangkap mengedipkan mata. Namun dari itu semua yang paling saya suka adalah cerita tentang "ingklik".

Disekolah saya dulu sering ditemukan jejak kaki yang berada di tembok, dengan jejak selalu naik ke atas tidak seperti jejak pada umumnya yang menampak di tanah atau lantai. Jejak tersebut selalu ada yang aneh, dimana jempol kakinya membentuk sebuah celurit besar, dan cerita tersebut selalu berulang disekolah bahkan hingga generasi kami. Dan jejak itulah yang kami kenal dengan jejak hantu "ingklik". Saat pagi hari ditemukan jejak itu maka hari tersebut menjadi hari paling menyeramkan, apalagi bagi siswa yang duduknya dibelakang. Seolah ingklik sedang mengawasi kami. Hingga kini misteri itu tidak terpecahkan bahkan menjadi mitos turunan yang bahkan anak-anak sekarang masih membicarakan tentang hal tersebut di sekolah. Saya tidak tahu apakah hantu ingklik ada di daerah lain atau tidak, seperti halnya Pocong dan Kuntilanak yang sudah terkenal tingkat Nasional.

Dimalam hari setelah kami pulang mengaji kadang ada anak-anak yang memang rumahnya jauh dari pemukiman, dan anak tersebut sering bercerita tentang pocong yang ia lihat sedang menggantung di Bambu. Dimasa sekarang saya sering ketawa sendiri apa benar pocong menggantung seperti buah, kalau benar alangkah lucunya pocong tersebut, jauh dari image yang dulu kami takutkan. Pocong dimasa dulu menjadi hantu yang paling kami takutkan, menduduki peringkat kedua yaitu kuntilanak. Saya kira cuma itu dua hantu yang bisa membuat kami ketakutan.

Pocong selalu saja menjadi hantu yang tak pernah berhenti kami bicarakan. Dari yang katanya jalannya loncat-loncat, mukanya seram, kain kafannya yang lecek juga mitos ketika bertemu pocong harus segera lari, karena kalau sampai terkena ludah pocong tersebut orang yang terkena akan menjadi bau busuk selamanya. Lucu juga membayangkan pocong meludah.

Perihal kuntilanak dengan tawa yang sangat seram dan juga rambut dan baju yang sudah terlalu mainstream. Bagi kami kuntilanak juga hantu yang bahkan hingga kini tak bisa lepas dari ingatan kami. Hantu berjenis kelamin perempuan itu konon suka tinggal di pohon besar. Dan selalu menakut-nakuti orang yang lewat dimalam hari dengan tawa khasnya.

Saya menikmati masa saat bercerita dengan teman-teman tentang hantu, juga menikmati masa ketika benar-benar takut dan memercayai ucapan teman saya tersebut. Hingga kini itu menjadi kenangan yang jika diingat akan membuat saya tersenyum sendiri. Dalam agama Islam memang ada kepercayaan tentang dunia ghaib, namun perihal kuntilanak, pocong, tuyul, dan sebangsanya apakah itu ada atau hanya jin yang menyamar untuk menggoda iman manusia itu hanya Allah yang tahu.

Wonosobo, 22 Januari 2019

Liburan #Hari_21 #30HariBercerita

Liburan #Hari_21 #30HariBercerita

Kalau didunia ini ada orang yang tidak peduli dengan liburan ke luar kota itu adalah saya. Saya paling tidak peduli dengan yang namanya liburan ke luar kota. Bagi saya liburan cukup istirahat tanpa mengerjakan sesuatu yang berat dan melelehkan. Kalau saya diajak keluar kota untuk liburan apakah saya menolak, tidak. Ingat lho pahami kalimat saya diawal.

Banyak sekali teman-teman yang ketika musim liburan mengajak keluar kota untuk liburan, namun saya tanpa basa-basi langsung bilang kalau saya tidak mau. Apa alasannya, uang, ada kegiatan lainnya atau apa. Bisa jadi itu benar namun ada sesuatu yang mendorong saya untuk tidak ikut, yaitu rasa semangat berlibur itu sendiri.

Maka jangan heran kalau saya tidak mengetahui tempat indah yang Instagramable yang asik buat spot poto-poto. Karena saya jarang liburan, lebih tepatnya menolak liburan. Lagi-lagi memang dari kecil tidak ada jiwa nglayap didiri saya. Kalaupun saya sering keluar kota bukan semata liburan, lebih kepada tanggung jawab.

Banyak yang bilang saya norak dan kampungan tidak tau tempat ini itu, belum mengunjungi tempat ini itu. Oke saya terima dan saya tidak akan marah, karena saking seringnya dan saya bahkan sudah tidak peduli. Yang jelas saya tidak merugikan orang lain, simpel kan.

Pernah suatu ketika saya dipaksa ikut liburan ke luar kota, saya sudah berusaha menolak dengan baik. Namun saya tetap dipaksa dan apa yang terjadi, badmood saya menular kepada yang lainnya melihat saya yang males akhirnya mereka ikutan males, dan siapa yang disalahkan?, jelas saya. Saya dianggap tidak menyenangkan, kaku, ngga asik, dan nggak bisa melihat suasana. Dan itu semua salah saya. Padahal diawal seharusnya mereka sudah tau saya nggak mau dan kenapa harus dipaksa.

Banyak hal yang sebenarnya sangat berbeda dalam perspektif seseorang. Termasuk dalam memaknai sebuah liburan. Ada yang dengan jalan-jalan mengunjungi tempat lain dan mereka merasakan senang. Ada juga yang seperti saya yang cukup istirahat bermalas-malasan namun juga merasa senang. Yang harus diingat adalah jangan menyamakan sesuatu agar terlihat sama. Dan jangan mudah menganggap orang yang tidak sama pemikirannya itu adalah orang yang hina.

Liburan penting untuk menghilangkan kejenuhan, dengan cara apapun itu. Biar tidak ada istilah wajah kucel kurang liburan, maka liburanlah sebelum engkau kehabisan waktu libur.

Wonosobo, 21 Januari 2019
Langganan: Komentar (Atom)

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Label

  • Cerpen
  • co
  • Coretan
  • Puisi
  • Resensi

Popular

  • Salamku Padaku Dimasa yang Akan Datang
    Kepada H. Muhammad Imam Farouq dimanapun engkau berada, si tempat terbaik di dunia ini yang telah dipilih Allah untukmu. Assalamual...
  • Karena Saya Lelaki Butuh Pendamping Hidup
    Dahulu saya pernah berpikir andai saya bisa menikah muda, punya keluarga bahagia san punya anak-anak yang lucubdi usia yang masih muda, mel...
  • Andai Aku Bisa Bertemu Dengannya
    Kalau saja bicara soal muslim dan ditanya siapa orang yang ingin saya temui tentu andai bisa saya ingin bertemu dengan Nabi Agung Muhammad,...
  • Hikmah Sebuah Kehilangan
    Semua orang pasti pernah merasakan yang namanya kehilangan, bahkan anak kecil yang belum baligh akan merasakan kehilangan dan merasakan sed...
  • Sakit #Hari_24 #30HariBercerita
    Satu kali saya masuk rumah sakit. Dirawat beberapa hari dan rasanya sungguh tidak enak. Untungnya sakit yang saya derita bukan macam peny...
  • Meja #Hari_25 #30HariBercerita
    Saya punya ingatan yang begitu membekas tentang sebuah meja. Sewaktu SD saya mendapatkan meja dengan penuh coretan. Coretan itu ada yang ...
  • Celana Jeans #Hari_12 #30HariBercerita
    Begitu melihat orang dewasa memakai celana jeans rasanya sangat gagah dan keren. Begitulah masa kecil saya saat melihat mereka yang mengen...
  • Liburan #Hari_21 #30HariBercerita
    Kalau didunia ini ada orang yang tidak peduli dengan liburan ke luar kota itu adalah saya. Saya paling tidak peduli dengan yang namanya l...
  • Dunia Maya yang Begitu Nyata
    Dunia Maya yang Begitu Nyata
    kompasiana.com Sebagai warga Negara yang kini berprofesi sebagai Petani kentang di Lereng Dieng, kehidupan ini cukup membuatku bahagia....
  • Masjid #Hari_13 #30HariBercerita
    Rumah pertama saya sangat dekat dengan masjid, bahkan saking dekatnya ketika ada suara adzan akan sangat terdengar nyaring. Juga ketika a...

recent posts

Copyright © Catatan Penulis Jalanan All Right Reserved - Created by Rifqi